Selama 30 tahun hidup, saya sudah sering sekali mendengar frasa ini diucapkan. Biasanya, frasa 'love yourself' digunakan untuk memberikan dukungan moral pada diri sendiri -- atau orang lain -- agar kita lebih percaya diri dan bisa menerima diri kita apa adanya.
Saya tidak pernah berpikir banyak mengenai 'love yourself'. Frasa ini hanya retorika, mirip 'apa kabar' dan 'hati-hati di jalan'. Sesuatu yang kita ucapkan secara otomatis tanpa ada pemaknaan yang terlalu mendalam.
Tetapi hari ini berbeda. Mungkin ada kekuatan magis dari 'love yourself' yang luput dan mungkin ternyata dapat mengubah hidup saya.
'Love yourself' artinya 'cintai dirimu sendiri'. Ada banyak cara untuk mencintai. Mencintai orangtua dan pasangan saja sudah dua hal yang berbeda.
Dalam mencintai pasangan, ada komponen ketertarikan yang terlibat. Ketertarikan fisik, emosional, selera musik, hobi, dan sebagainya. Sedangkan, mencintai orangtua melampaui ketertarikan. Idealnya, kita mencintai orangtua karena mereka juga mencintai kita.
Saya memilih untuk mencintai diri saya seperti pasangan.
Untuk bisa jatuh cinta -- dan membuat si calon pasangan ikut jatuh, ada sejumlah parameter yang harus dipenuhi, seperti fisik, kepandaian, pemikiran, selera humor, selera musik, hobi, dan banyak lainnya.
Kita punya the ideal partner yang diangankan. Di mana skor untuk semua parameter mencapai 100. Begitu juga dengan diri sendiri. Kita pun memiliki konsep the ideal self, di mana tidak ada kekurangan sedikitpun pada diri kita.
Dalam memilih pasangan, mungkin kita lebih banyak bernegosiasi dengan diri kita sendiri karena kita tidak bisa mengubah orang lain. Tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri dengan disiplin dan kerja keras. Be strict with yourself, tolerant with others.
Banyak orang cenderung menjadikan frasa 'love yourself' sebagai pemakluman, bahkan untuk hal-hal yang dapat diusahakan:
- Ketika terlalu gemuk, love yourself.
- Ketika baru putus, love yourself.
- Ketika dipecat, love yourself.
Akhirnya, diri kita tidak berkembang dan stuck di versi yang lama karena kita selalu memaklumi dengan 'love yourself'.
Saya tidak bermaksud bahwa kita harus menjadi sempurna. Sempurna memang standar yang mustahil. Namun, kita bisa -- sesuai kemampuan -- berusaha untuk mendekati kesempurnaan tersebut.
The ideal self saya adalah tubuh yang kurus, sedikit berotot, jago main piano, dan sangat rajin membaca. Tentu saya tidak bisa mengubah diri saya dalam sekejap tetapi saya bisa olahraga, makan sehat, berlatih yang rajin, dan luangkan waktu untuk membaca agar secara perlahan, hari demi hari, saya bisa semakin dekat dengan the ideal self.
Bukannya akan lebih mudah bagi kita untuk mencintai diri sendiri apabila kita menyerupai -- sedikit saja -- the ideal self?
Ketika kita memutuskan untuk benar-benar mencintai diri sendiri, bukan berarti kita diam dan menerima segala kekurangan tanpa usaha perbaikan.
Mencintai diri bukan dalih untuk stagnansi. Memang benar bahwa menghargai dan menerima diri sendiri adalah awal yang penting, tetapi mencintai diri juga berarti memberi upaya terbaik untuk menjadi versi terbaik dari diri kita.
Saya sendiri sedang berusaha menerjemahkan konsep 'love yourself' ke dalam tindakan nyata dalam hidup saya. Dengan tiap langkah kecil yang saya ambil, saya mendekatkan diri pada the ideal self yang saya dambakan.
Meski kadang terasa seperti two steps forward and one step back, saya tetap berusaha.